Senin, 05 Oktober 2015

Ini Kisahku, Apa Kisahmu ?!!

Nela Hari Zona, Merintis Sukses dengan Inovasi Daun Gambir


Wartawan : Ade Suhendra - Padang Ekspres - Editor : Riyon - 13 September 2015 11:10 WIB    Dibaca : 95 kali
 

Sulap Daun Gambir jadi Teh
Siapapun pasti mengenal gambir. Namun, tak banyak yang mengetahui kalau ternyata daun gambir bisa diolah menjadi produk bernilai ekonomis tinggi. Lewat tangan kreatif wanita satu ini, dia menyulap daun gambir menjadi teh daun gambir.
Dialah Nela Hari Zona. Wanita kelahiran Gunuangmalintang, Kabupaten Limapuluh Kota, 14 Juli 1990 silam ini menangkap sebuah peluang untuk mengembangkan daun gambir menjadi sebuah produk jadi yakni berupa teh daun gambir.
Saat ditemui Padang Ekspres, Kamis (10/9) kemarin, dia mengungkapkan ide menjadikan daun gambir menjadi daun teh sudah ada saat dirinya masih kuliah di Universitas Sumatera Utara (USU) tepatnya pada tahun 2012.
Pada saat itu, dia melihat sebuah penelitian dari seniornya yang meneliti daun gambir dan dijadikan teh.
”Setelah dibaca dan dipelajari, saya teringat bahwa di kampung halaman saya di Gunuangmalintang, banyak terdapat gambir dengan kualitas yang sangat bagus. Kemudian juga melihat nasib petani gambir yang ketika harga gambir murah banyak yang menderita. Nah, dari sanalah timbul ide mengolah daun gambir menjadi produk bernilai tinggi,” tutur Nela sambil menyuguhkan tiga gelas teh daun gambir kepada Padang Ekspres.
Dia melanjutkan, jelang menamatkan studi di USU tahun 2012, dia memulai eksperimen, namun mengalami banyak kegagalan.
Kendati gagal, namun hal tersebut tidak membuat dia patah semangat. Percobaan demi percobaan terus dilakukan hingga akhirnya berhasil menemukan rasa yang sudah pas dan sesuai selera.
“Awal racikan pertama sangat pahit dan tidak sanggup untuk diminum. Tapi setelah beberapa kali eksperimen akhirnya saya menemukan cita rasa teh daun gambir yang pas. Sehingga saya pun yakin mendaftarkannya ke dinas kesehatan setempat dan memperoleh ijin P-IRT No 2101308010106-20,” kata Nela anak keempat dari empat bersaudara ini.
Alumni USU jurusan Sosiologi ini mengatakan usaha yang dimulainya dari nol tersebut genap berusia 6 bulan dimana dirinya meluncurkan teh daun gambir “Lamaza” pada 10 Maret 2015 lalu.
Sedikit bercerita, saat memulai usaha tersebut dirinya langsung turun ke lapangan mengambil daun gambir di ladang milik keluarganya.
“Setelah diambil daunnya kemudian dirajang atau dipotong dan dilanjutkan ke proses fermentasi dengan menjemur daun tersebut sampai kadar airnya hilang. Proses ini masih saya lakukan secara manual,” katanya sambil memperlihatkan foto-foto pengolahan dari daun menjadi bentuk daun teh yang siap untuk disajikan.
Rasa gambir yang masih terasa membuat teh daun gambir ini menjadi salah satu minuman yang ternyata menyimpan banyak manfaat. Dia menyebutkan ada beberapa manfaat yang didapat setelah mengkonsumsi secara rutin minuman teh gambir ini.
“Salah satunya dapat melancarkan pencernaan, menyembuhkan penyakit tukak lambung atau maag dan juga cocok untuk diet. Selain itu ternyata setelah dicari informasinya teh daun gambir ini juga bisa menetralisir kandungan nikotin yang ada dalam tubuh, ini cocok buat orang yang suka merokok,” ujarnya menerangkan beberapa manfaat dari teh daun gambir.
Awal mula meluncurkan dan memperkenalkan ke publik dia mengundang wali nagari dan masyarakat sekitar untuk mencoba rasa teh daun gambir yang diproduksinya. Berbagai macam respon pun diterimanya terkait inovasi daun gambir yang dilakukan oleh anak dari (alm) Zaini dan (alm) Marnis ini.
“Ada yang suka dan mendukung inovasi ini dan ada juga yang tidak suka karena selama ini gambir sendiri jarang dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini juga diterimanya saat melakukan door to door ke rumah masyarakat setelah melakukan launching,” katanya mengenang perjuangannya dalam memperkenalkan produknya ke tengah masyarakat.
Segala upaya terus dilakukannya hingga memanfaatkan media sosial sebagai wadah baginya untuk mempromosikan teh daun gambir Lamaza. Saat ini dia pun telah memiliki pelanggan tetap tidak saja berasal dari daerah tapi juga luar daerah seperti Jakarta, Padangpanjang, dan Rokan Hilir.
“Meskipun ada masyarakat yang menolak kehadiran teh daun gambir ini, tapi saya tidak pernah patah semangat. Padahal daya jual dan manfaat teh daun gambir ini lebih bagus dari gambir yang biasa dijual atau diekspor dan mengakibatkan petani banyak yang tidak beruntung,” katanya menjelaskan keuntungan lain dari teh daun gambir miliknya.
Nela menerangkan selama ini gambir masih dalam bentuk setengah jadi yang diekspor dan banyak petani atau masyarakat yang rugi. Sementara kalau dijual produk jadi akan jauh mendapatkan untung, salah satu contohnya yaitu diolah ke dalam bentuk teh gambir ini.
“1 kilogram daun yang diolah menjadi gambir atau getah kering hanya menghasilkan seperempat kilogram. Sehingga ketika harga gambir Rp 20 ribu per kilogram hanya bisa menghasilkan Rp 5 ribu dari 1 kilogram daun. Lain halnya dengan produk jadi seperti teh ini. Dalam 1 kilogram daun bisa menghasilkan 20 bungkus teh daun gambir yang masing-masing isinya 15 gram. Dengan harga Rp 5 ribu per bungkusnya, 1 kilogram daun gambir tadi dapat meraup keuntungan sekitar Rp 100 ribu dari 20 bungkus teh daun gambir,” ujarnya.
Terkait nama Lamaza diproduknya itu, dia menjelaskan nama tersebut merupakan penggabungan dari namanya bersama kedua orang tuanya. Menurutnya dengan memasukkan nama kedua orang tua dalam usaha yang dirintisnya dapat memberikan semangat dalam berwirausaha.
“Lamaza ini berasal dari tiga suku kata La itu berarti Nela atau nama sendiri, Ma ini nama Ibu yaitu Marnis, dan Za itu adalah Zaini sebagai Ayah. Jadi artinya Nela anak dari Marnis dan Zaini. Saya yakin dengan membuka usaha karena orang tua itu dan dilakukan dengan cara yang baik akan memperoleh hasil yang juga baik. Amin,” katanya mengamini.
Seiring berjalan usaha yang dikelolanya tersebut, ia mengaku sudah mengirimkan dan memberikan proposal bantuan kepada berbagai pihak baik pemerintah maupun pihak swasta.
Namun hasilnya masih belum bisa terlihat, khususnya proposal yang diberikannya ke Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Limapuluh Kota.
“Saya sempat kecewa karena setelah mencoba gerakan usaha seperti ini, pemerintah terkesan seolah tidak memberikan respon yang bagus terutama dalam hal permodalan. Katanya membantu tapi realisasinya hingga saat ini tidak ada,” katanya.
Menurutnya, pemerintah baru membantu dirinya dalam segi mengikuti pelatihan yang ada di beberapa tempat di Sumbar. Namun ia mengatakan kalau hanya mengikuti pelatihan tanpa ada bantuan permodalan akan susah untuk bergerak dan mengembangkan agar bisa menjadi industri yang besar.
“Apa pun itu, saya yakin proses demi proses akan berjalan yang baik. Berbagai upaya juga telah saya lakukan dalam pengembangan produk ini salah satunya mengikuti berbagai iven sekaligus promosi produk. Alhamdulillah baru-baru ini berhasil menjadi best presentation di Bandung dalam kompetisi wirausaha muda,” katanya dengan bangga.
Meskipun tidak bisa lolos ke final, tapi saya cukup bangga bisa lolos dari 6.600 proposal se-Indonesia dan masuk 90 besar sampai babak 30 besar. Tapi sayang dirinya belum bisa lolos ke 10 besar dan mengikuti final di Jakarta.
Ia berharap ke depannya usaha tersebut dapat bermanfaat bagi orang lain khususnya kepada petani gambir yang selama ini masih hidup dalam kesengsaraan di saat harga gambir turun dan murah.
Semoga ini bisa menjadi solusi nantinya terutama bagi lingkungan tempat tinggalnya di daerah di Jorong Bancah Lumpur, Nagari Gunuangmalintang, Kecamatan Pangkalan Kotobaru, Kabupaten Limapuluh Kota.
“Ke depannya saya akan melakukan inovasi rasa daun teh gambir ini dengan campuran rasa lainnya. Kemudian membuat sirup dari ekstrak daun gambir, permen yang bisa menetralisir nikotin dalam tubuh. Intinya akan berusaha berinovasi dalam mengolah gambir ini dan bermanfaat bagi orang lain,” katanya berharap. (*)  

Ref : http://www.koran.padek.co/read/detail/37182